Titik, Koma, dan Organisasi: Menafsirkan Perjalanan Bersama

Malam ini aku termenung, menyaksikan dua sahabat—Rey dan Roy—pulang bersama namun menuju rumah yang berbeda. Satu momen sederhana yang menyisakan banyak tanya dalam benakku. Kami baru saja membicarakan hidup dengan segala tanda bacanya: tanda tanya yang menggugat, seru yang meledak-ledak, titik yang mengakhiri, dan koma yang memberi jeda. Obrolan itu bukan sekadar canda, tapi semacam refleksi tentang organisasi, tentang kebersamaan, tentang jalan yang sering kita tempuh tanpa sempat memahami arah.

Barangkali organisasi pun tak jauh berbeda. Ia adalah rumah besar tempat kita bertemu, bertumbuh, dan saling bertukar pikiran. Namun dalam rumah itu, tidak semua orang menuju ruang yang sama. Ada yang berangkat dari idealisme, ada yang sekadar singgah. Ada yang berjalan bersama, tapi nyatanya tak searah. Perbedaan tujuan dan irama langkah kerap menguji kesabaran, bahkan memaksa kita belajar: bahwa kedekatan tak selalu berarti kesamaan arah.

Percakapan kami yang tertunda malam itu seperti gambaran dari dinamika organisasi—selalu ada ruang yang tertinggal, topik yang belum selesai, dan gagasan yang belum menemukan bentuknya. Kita terlalu sering dipisahkan oleh waktu, oleh sistem, bahkan oleh ego. Namun di antara jeda itulah, kita diberi kesempatan untuk menyadari: bahwa organisasi bukan hanya tentang rapat dan program kerja, tapi juga tentang kepekaan atas perasaan yang tak sempat diungkap, dan ide-ide yang tak sempat dilanjutkan.

Aku percaya, dalam setiap tanda baca kehidupan berorganisasi, selalu ada harapan. Bahwa setelah koma yang panjang, akan ada kalimat baru yang kita susun bersama. Bahwa setiap tanda tanya akan menemukan jawabannya dalam proses. Dan bahwa meski arah kita tak selalu sama, kita tetap bisa berjalan dalam semangat yang sejiwa—karena organisasi bukan tentang keseragaman, melainkan tentang keberanian menyambung kalimat yang tertunda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritis di Tengah Krisis : APATIS

Mahasiswa, Akreditasi, dan Eksploitasi: Suara dari Kampus

Intelektual Organik dalam Menyuarakan Kaum Tertindas