Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2025

“Nalar Sosial dari Bacaan ABC”

Gambar
Apakah pendidikan merupakan bagian dari industri pabrik? Pertanyaan ini penting ketika kita melihat bagaimana manusia membentuk pengetahuan dan masyarakatnya. Jika menengok ke masa lalu, para nabi terdahulu tidak bergumul dengan isu seperti perbudakan atau ketidaksetaraan sosial secara sistematis. Fokus utama mereka adalah menuntun manusia agar percaya kepada Tuhan. Namun ketika Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, risalah yang dibawa bukan hanya kabar gembira, tetapi juga proyek besar penyempurnaan akhlak manusia. Di sinilah gagasan tentang kesetaraan, penghapusan perbudakan, dan penghormatan terhadap perempuan mulai menguat. Saya sering menyebut kondisi pra-Islam itu sebagai keadaan jahil, fakir, dan kafir—dan semangat Nabi Muhammad adalah membebaskan manusia dari ketiganya. Sosialisme kemudian muncul jauh setelah itu, sebagai produk dari perkembangan kapitalisme. Ketika Revolusi Industri dan Revolusi Prancis mengguncang Eropa, terutama pada momentum Rusia ...

KETAKUTAN Lahir Dari Pengetahuan Yang (CACAT)

Gambar
Takut, pada dasarnya, lahir dari dua sumber: rasionalitas dan pengalaman. Ia bisa muncul dari pikiran yang membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk, atau dari pengalaman—baik yang kita alami sendiri maupun yang kita dengar dari orang lain. Dalam banyak kasus, rasa takut sesungguhnya muncul karena pengetahuan kita setengah-setengah, tidak utuh, dan belum lengkap. Kekurangan pengetahuan itulah yang kemudian menciptakan kekacauan dalam persepsi. Saya pernah mengalaminya dalam sebuah forum politik. Saya bertanya karena memang ingin bertanya, bukan karena saya memahami isu tersebut secara mendalam. Dalam forum itu saya berbicara mengenai peran mahasiswa dalam melakukan kajian intelektual—khususnya pentingnya transparansi data dari DPR. Namun saya dikonter: “Data apa? Informasi apa? Anggaran yang mana?” Di momen itu saya blunder. Bukan karena salah, tetapi karena saya tidak siap, sementara forum sudah tidak kondusif karena banyak peserta ingin pulang. Tubuh saya mulai berkeringat; patos be...

Tentang Asumsi, Logika, dan Kenyataan

Berpikir tentang bayang-bayang pendapat, asumsi, dan opini pada dasarnya adalah berbicara tentang apa yang kita lihat melalui cahaya penglihatan kita. Mata bekerja dengan cahaya dan objek; namun cahaya bisa kurang terang, terlalu terang, atau bahkan menipu. Objek pun bisa kabur, tidak jelas, atau tidak kita ketahui sama sekali. Kita membutuhkan cahaya mentari yang abadi—meski pada kenyataannya matahari hanya hadir di pagi hingga menjelang petang. Malam hari bukanlah waktu terbaik untuk melihat; penglihatan menjadi kabur kecuali dibantu cahaya-cahaya sementara yang tidak abadi dan bisa padam kapan saja. Kita terlalu sering mengira, mengukur, dan menduga—semua itu hanyalah hipotesis yang belum tentu benar atau salah, hanya kemungkinan. Logika kita pun kerap cacat ketika membuat kesimpulan. Misalnya: Premis A: hujan membuat baju basah. Premis B: baju basah jika hujan. Kesimpulan yang benar adalah: baju basah bisa saja disebabkan hujan, tetapi bisa juga karena disiram seseorang atau sebab ...